Sang Penjual Online Krisis Tanggung Jawab?
Friday, August 14, 2015
Hola bloggers!
Postingan kali ini terinspirasi dan
tidak lain tidak bukan agak-agak request-an dari kawanku. Kalo biasanya aku
menulis hal-hal yang berhubungan dengan cerita-cerita personal, kini aku akan
menulis sesuatu yang... juga personal sih wkwk. Well, jadi yang mau kutulis adalah tentang pengalaman kami (iya,
aku dan kawanku, dan mungkin juga kalian?) ketika berbelanja online.
Patutnya para pemberi wadah iklan
online itu berterima kasih sama aku karena aku turut berkontribusi menambah
saldo dari iklan yang mereka pajang hehe. Kadang aku risih sama iklan online,
tapi kadang seneng juga karena dapet referensi cuci mata, lol.
Oke, mari kita masuk pada bahasan
yang seharusnya kubahas, yaitu tentang berbelanja online. Semua penghuni dunia
online pasti sudah tau kalau sekarang penjual online semakin bertebaran
dimana-mana. Tak pilih-pilih media sosial. Bahkan, ask.fm yang fungsinya
harusnya buat tanya jawab saja, sekarang jadi tempat berjualan. Bayangkan,
timeline penuh dengan ask tawaran reseller, gitu ya dianswer. Yang paling banyak sepertinya ya instagram? Secara pribadi,
aku lebih suka lihat-lihat online shop yang ada di instagram, situs-situs
belanja online yang konsepnya open
marketplace seperti elevenia, Qoo10, dan sejenisnya, plus situs-situs resmi
local brand tertentu.
Sebagai penghuni media sosial dan
sering lihat-lihat situs belanja online, tentu aku pernah beberapa kali
berbelanja online (dengan catatan: kalo ada uangnya). Tak jarang juga aku
mendapati penjual yang ribet dan songongnya seakan ingin ditabok pake lemari
besi, sorry. Sebagai mantan penjual
online aku jadi merasa tersinggung (lah, ngapain? haha).
Sebelum beli, tentu aku mengamati
akun yang jualan. Kira-kira gimana pelayanan dia ke konsumennya. Kalo yang slow
respond dan banyak komentar kaya “sis aku line seminggu yang lalu kok belum
dibales?” atau “sis barangku kok udah 2 minggu nggak sampe ya?”, lewat deh.
Makanya, mau belanja online itu lama banget. Selain lama milih barangnya, lama
ngepoin penjualnya juga.
Dengan semakin tingginya
frekuensi kepo akun penjual online yang ternyata nyebelin, semakin tinggi juga rasa
kesal merasuk di dada. Berikut ini adalah perilaku-perilaku nyebelin dari penjual
online yang paling aku benci:
- Slow respondnya keterlaluan
- Belaga sok banyak customer
- Informasinya rancu
- Tidak mencantumkan ukuran detail dan harga di jualannya
- CP nya terlalu banyak dan dibagi-bagi (pesen ke sini, urusan komplain kesini, refund kesini, konfirmasi bayar kesini, dsb)
- Salah tapi ngga minta maaf
- Berasa raja, padahal kan yang raja pembeli yak
- Ditanya nggak dijawab
- ....... silakan anda tambahkan sendiri deh
Nah kasus yang
baru-baru ini terjadi pada kawanku, adalah online shop yang nyebelinnya ada
pada poin 2, 5, 6, 7, dan mungkin yang tidak tertulis diatas.
Jadi ceritanya,
kawanku mau order case handphone. Berikut kronologinya terlampir pada pict yang
berdasarkan permintaan kawanku, di masukin aja, alright. Kebetulan kawanku ini
cukup pede dan berani marahin penjualnya. Bahkan dia nyaranin aku untuk nampilkan nama akun penjualnya, tapi karena kebaikan hatiku (alias ketakutanku) aku masih cukup nganggur kok buat ngaburin namanya.
Bagi yang malas buka picturenya, inti ceritanya begini:
Kawanku mau order case iPhone6. Udah di oke in nih sama penjualnya. Tiba-tiba, dia bilang kalo casenya nggak ada. Kawanku protes bilang katanya kemarin ada. Lantas penjualnya bilang "salah info" tanpa minta maaf. Yaudah terus temenku tukar case lain, tapi ternyata harganya lebih murah. Jadilah penjualnya bilang akan di refund saja. Tapi, untuk refund, kawanku harus ngontak akun lain (dimana tentu harus ngeadd dulu), kawanku males karena dari awal berhubungannya sama penjual yang ini. Tapi si penjual kekeuh pokoknya lapornya kudu ke akun yang lainnya karena mereka beda tugas, dan alasan-alasan lainnya. Kawanku akhirnya marah nih, soalnya berasa dilempar-lempar. Udah marah begitu, kalo aku jadi penjual akan tetap minta maaf. Tapi penjualnya ngga minta maaf sih kan tambah sedih yaa. Ditanya berhari-hari tentang refund-an nya, si penjual tetep nyuruh kawanku buat hubungi bagian refund di akun lain lagi. Temenku marah karena merasa sistem penjualan yang dibeda-bedakan seperti ini kurang efektif, malah bikin males pembelinya. Dan si penjual tetap menyebalkan.
Kenapa kami sebal? Karena kami kalo jadi penjual nggak akan seperti itu.
Kalo ada salah info, kami akan meminta maaf terlebih dahulu karena tentu salah info itu mengecewakan calon pembeli. Bayangkan, pembeli sudah menghabiskan waktu lama untuk memilih, dibilang ada barangnya, terus dibilang nggak ada. Seakan dijatuhkan dari lantai 5 (lebay deng). Karena mengecewakan itulah, penjual harus minta maaf terlebih dahulu. Kemudian, kalau ditanya-tanya sama pembeli, jawabannya harus terlihat ramah dan bertanggung jawab serta profesional.
Komunikasi yang dimediasi (seperti kawanku yang menggunakan line itu), tentu berbeda dengan komunikasi tatap muka. Komunikasi yang dimediasi itu membuat kita tidak bisa secara langsung melihat wajah penjual dan melihat kesungguhannya. Sehingga, dalam menggunakan media komunikasi, kita harus bisa maksimal menunjukkan emosi kita sebagai penjual, yakni tanggung jawab kita dan keramahan kita. Misalnya kalimatnya dipilih yang kira-kira sopan dan terkesan sangat menghormati pembeli, penggunaan emote jika diperlukan untuk menambah kesan baik, dan sebagainya. Kami yakin para penjual itu juga sambil belajar, maka dari itu jangan pernah abaikan keluhan-keluhan customer karena akan menjadi bahan pembelajaran yang sangat berarti.
Jadi, bagaimana
tanggapan anda bloggers sekalian?
*kalau ada
bagian-bagian yang belum tersensor dengan baik, maafkan aku yang hanya manusia
biasa.
4 comments
Indra Dwi Jayanty wkwkwk...
ReplyDeleteBee blog mu uda ada add nya sekarang, kereeeennn... :D
Iyaa beneeer hahaa. Hah add apaan deeew. Follow itu taaa?
DeleteIklan2 gitu lho bel... Hehe..
ReplyDeleteoalaa iya dew aku kmrn nyoba ngaktifin haha klik en ya dew iklannya biar aku dapet pemasukan wkwkwk
Delete